Doing Less: Ketika Kuantitas Tidak Selalu Menjadi Tujuan Kebahagiaan
Doing Less: Ketika Kuantitas Tidak Selalu Menjadi Tujuan Kebahagiaan
Doing Less: Ketika Kuantitas Tidak Selalu Menjadi Tujuan Kebahagiaan

Sering kali kita berpikir bahwa untuk menjadi lebih baik kita perlu untuk belajar lebih banyak, bekerja lebih keras, hingga melakukan hal lebih banyak untuk meraih apa yang kita inginkan. Hal ini juga terjadi seiring persaingan global yang terus berkembang. Kini kita dihadapkan dengan dunia luar serta tantangan-tantangan yang mengharuskan kita lebih baik hingga lebih cepat beradaptasi. Untuk memenuhi tantangan ini, tidak sedikit rasa cemas, kelelahan, serta stres silih berganti hadir, hingga akhirnya membuat tingkat produktivitas menurun.

Apakah memang bekerja lebih banyak dan terus berusaha memenuhi segala tantangan, bisa mengantarkan kita pada titik yang ingin kita capai? Mendekatkan kita pada kebahagiaan yang ingin kita peroleh?


Berlatih untuk Mengutamakan Kualitas dibandingkan Kuantitas

Ada anggapan bahwa dengan melakukan “lebih” kita bisa menjadi lebih baik, tapi kita mungkin lupa bagaimana melakukan hal tersebut secara lebih efisien. Pertanyaannya bukan tentang berapa banyak yang telah kita lakukan, tapi apakah yang kita lakukan telah mendekatkan kita pada tujuan.

Orang yang mengerjakan beberapa hal secara bersamaan mungkin akan mendapatkan hasil yang berbeda, dari orang yang hanya melakukan sedikit tapi bisa lebih fokus pada apa yang ia lakukan. Hal ini juga akan berpengaruh pada berapa lama hasil yang mereka peroleh bisa bertahan. Efisiensi ini bisa dilakukan dengan membuat manajemen waktu serta hal-hal yang perlu diprioritaskan. Melalui manajemen waktu dan prioritas, kita telah berusaha untuk mencegah dan juga mengurangi rasa kelelahan akibat pekerjaan yang tidak efisien.


Belajar Menikmati Momen

Bayangkan ada banyak list yang harus kita lakukan setiap hari dan terus menerus. Mungkin dari satu hari 24 jam, kita hanya bisa menikmati momen sesungguhnya beberapa saat saja. Kita terbiasa untuk bekerja tanpa disadari, atau disebut juga dengan mode autopilot.

Autopilot menjelaskan tentang bagaimana otak kita terbiasa dengan kegiatan-kegiatan yang rutin kita lakukan. Dengan demikian, tanpa memahami apakah kita menikmati atau tidak kegiatan tersebut, kita tetap melakukannya seperti biasa. Padahal, kebahagiaan nilai serta arti sesungguhnya hadir ketika kita benar-benar menyadari apa yang sedang kita lakukan. Tidak hanya menyadari, kita pun ikut merasakan momen-momen yang mungkin dirasa biasa tersebut adalah bagian dari rutinitas, bagian dari kehidupan kita.


Hidup Memang Tidak Lepas Dari Persaingan, Tapi Perjalanan Sesungguhnya adalah dengan Diri Kita Sendiri

Kenali diri kita, sejauh mana kemampuan yang kita miliki, apa yang selama ini ingin kita tingkatkan jadi lebih baik, kesulitan apa yang kita rasakan, serta hambatan terbesar apa yang selama ini terus mengganjal. Semua hal tersebut hanya diri sendirilah yang mengetahui dan merasakan.

Kita tidak bisa menghindari persaingan, namun bukan berarti kita melupakan diri karena terjebak dalam persaingan. Perjalanan hidup yang sesungguhnya adalah bersama diri kita sendiri. Sebuah perjalanan untuk menemukan arti, atas apa yang kita usahakan dan buah hasil yang menyertainya.

***

Menjadi “lebih” tidak selalu diiringi dengan kata “lebih”. Tetapi juga bisa mulai dari sesuatu yang “sedikit” dan “sering”, atas apa yang kita lakukan serta fokuskan. Kemudian, kita dapat benar-benar meresapi apa yang sedang kita lakukan. Hingga akhirnya menjadi sebuah refleksi diri, apakah segala hal yang telah kita kerjakan menuntut kita pada titik yang ingin dicapai.




Sumber artikel : https://pijarpsikologi.org/doing-less-ketika-kuantitas-tidak-selalu-menjadi-tujuan-kebahagiaan/

Credit gambar : <a href='https://www.freepik.com/photos/background'>Background photo created by ijeab - www.freepik.com</a>

Komentar
Belum Ada Komentar
Tambahkan Komentar