Judul di atas bukan salah ketik apalagi salah pikir. Itu adalah proposisi saya melihat apa yang sedang melanda seluruh dunia saat ini. Sekarang yang mewabah bukan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), melainkan Corona Virus Paranoia 2019 (Covip-19). Karena paranoia, orang sudah tidak mampu berpikir logis sehingga semua santapan berita dilahap tanpa melakukan check and recheck yang memadai. Ini bukan "wabah baru", karena sebelumnya kita semua sudah pernah mengalami kejadian yang hampir serupa. Misalnya, SARS pada tahun 2003 yang melanda lebih dari 26 negara, flu babi tahun 2009 yang menjangkiti 57 juta orang, juga ebola tahun 2014 yang lebih mengerikan karena memiliki mortality rate sampai 25%, sehingga hampir di semua toilet saat itu terpampang bagaimana cara menghindari virus ebola. Belum lagi wabah MERS yang juga menakutkan, khususnya bagi yang melakukan ibadah haji dan umrah. Penyebabnya bukan media sosial --walaupun Facebook, Instagram, WhatsApp, Linkedin, dan sebagainya sudah menjangkiti lebih dari separuh penduduk dunia-- melainkan karena paranoia, yang membuat mereka percaya berita apa pun, apalagi yang negatif.
Ini disebabkan ketakutan yang berlebihan, sampai terjadi delusi mental yang meyakini bahwa sesuatu yang sedang terjadi itu sangat membahayakan dirinya. Karena bentuknya adalah gangguan perilaku, tanda yang sering terlihat adalah tindakan irasional tanpa kesadaran penuh. Contoh yang menarik, begitu diumumkan ada dua orang yang positif dijangkiti Covid-19, di Jakarta terjadi rush di pasar swalayan. Banyak yang membeli segala macam kebutuhan, khususnya masker dan hand sanitizer, karena ketakutan terjadinya lock down seperti Wuhan. Ini bukan hanya terjadi di negara kita. Di Australia, anak saya yang tinggal di sana juga melaporkan, ketika diumumkan adanya Covid-19 di Australia, masyarakat juga menyerbu pasar swalayan. Bukan hanya bahan makanan, tetapi juga tisu toilet dibabat habis. Melawan Covip-19 ini, semua negara memiliki gaya masing masing. Ada yang demikian tertutup dan terkontrol ketat, ada yang sangat terbuka dan transparan. Tentu, masing masing memiliki alasan sendiri sesuai dengan kondisi kedewasaan dan kemajemukan masyarakatnya. Itu sebabnya, di negara kita, ada pro dan kontra. Ada yang kesal kalau tidak mau dibilang frustasi, tetapi ada pula yang mengapresiasi karena ditangani tanpa grusa-grusu sehingga paranoia terkelola dengan baik. Yang ingin serba cepat, menganggap penanganan lambat dan serba amburadul. Yang ingin berhati hati, menganggap penanganan sudah tepat dan seharusnya begitu. Tidak ada salah-benar, ini adalah keputusan pimpinan yang seharusnya kita dukung karena mereka lebih tahu gejala paranoia masyarakat kita yang sangat majemuk. Persiapan dan perbaikan adalah sesuatu yang ongoing process, tidak bisa sehari jadi. Untuk menangani Covip-19 ini, saya menawarkan tiga antidote agar semua terkendali dengan bagus, petugas kesehatan bisa tenang bekerja, dan masyarakat yang terimbas bisa percaya bahwa we are in good hands. Pertama, nev lie but no need to tell the whole story. Artinya, pejabat harus jujur dan tidak memanipulasi data, tetapi tidak perlu semua fakta diceritakan seperti adanya. Ada yang harus sengaja tidak diberitakan, misalnya identitas, karena dampak sosial akan lebih banyak mudaratnya dibandingkan maslahatnya. Kedua, never too late but don't be too rush.
Artinya, semua berita dan penanganan tidak perlu terlalu tergesa-gesa karena desakan media atau masyarakat luas, tetapi jangan terlambat hingga muncul hoaks sampai teori konspirasi karena didesain oleh sekelompok orang yang tidak senang negara kita damai. Ketiga, never ignore but don't panic. Artinya, selalu waspada dan jangan ikut panik karena kepanikan yang membuat paranoia semakin besar yang akan membuat social unrest yang dampaknya jauh lebih besar daripada penyakit itu sendiri. Imbauan untuk sementara tidak ke mal atau bepergian ke luar kota -bahkan ke luar negeri- akan membuat ekonomi terhenti dan ini akan berdampak sangat serius terhadap gelombang PHK yang mengakibatkan ketegangan sosial semakin menjadi. Ini adalah ajakan yang amat sangat tidak bertanggung jawab. Pilihlah hidup normal, yang penting menjaga kesehatan dan kebersihan. Itu sudah lebih dari cukup. Ajakan tidak bersalaman karena akan terjadi transfer virus dan penyakit juga tidak seharusnya karena ini akan menjauhkan persahabatan yang seharusnya terus dipupuk tanpa prasangka bahwa rekan kita itu pembawa virus penyakit. Waspada itu wajib, tetapi paranoia itu jangan. Namun, semua terserah Anda, karena Anda yang tahu kondisi Anda. Saya menulis topik ini karena teringat pesan Fransiskus Assisi berikut ini: "God grant me the serenity to accept the things I cannot change, courage to change the things I can, and wisdom to know the difference." Semoga bermanfaat.
- PAULUS BAMBANG W.S -
Sumber : https://swa.co.id/
- Kategori:
- Motivasi
Belum Ada Komentar