Budaya Korporat Guru Figital
Dewasa ini sekolah-sekolah didominasi manusia lintas generasi. Guru-guru dari generasi X (1965 - 1979) dan Y (1980 - 1994). Para murid dari generasi Z (1995 - 2012). Para guru pendatang baru dunia digital (gen X) dan milenial (gen Y) berbaur dengan murid figital (gen Z). Gen X karena mencintai keluarga disebut sebagai generasi nesting (sarang). Gen Y generasi idealis, kolaboratif, dan kolektif.
Gen Z dikenal sebagai generasi figital, mandiri (individualis), pragmatis (realistis), fomo (tak mau ketinggalan informasi), gemar berbagi, do it your-self (DIY), dan sangat bergairah berkompetisi. Generasi figital tidak membedakan garis pembatas antara yang fisik dengan digital. Bertatap muka (fisik) sekaligus bertatap layar (video call). Virtual merupakan bagian dari realitas fisik. Untuk segala perkara fisik ada persamaan digitalnya. Dari kata (fisik) dieskpresikan menggunakan emoticon di dunia virtual. Keduanya mereka melakukan pada saat bersamaan.
Mental
Pada era figital, para guru dituntut bertransformasi dari mental birokrat menuju mental korporat. Guru birokrat cenderung menunda pekerjaan. enggan berinovasi. Bekerja secara konvensional. Terisolasi dari dunia virtual. Guru korporat sigap merespons situasi. Senang mencari solusi.Kritis terhadap informasi baru. Bisa bekerja pada atmosfer digital. Selalu terkoneksi lewat jejaring dunia virtual guna peningkatan kinerja.
Guru korporat sanggup menjawab kebutuhan murid era figital. Guru korporat memiliki daya dobrak dan berjiwa wirausaha. Guru korporat terus berkarya meski nir-anggaran. Mereka percaya uang bisa diciptakan dari lembaran ide kreatif dan gumpalan inisiatif. Guru korporat, melihat media sosial sebagai alat komunikasi, penangkap aspirasi, sekaligus engagement.
Para guru Gen X dan Y berinovasi menggunakan metode-metode kreatif mendidik GenZ. Berikut best practices (praktik terpuji) yang berlangsung di SMP Parmedi, Kebon Agung, Kabupaten Malang. Pak Andi melek internet dan tidak tuli medsos. Pak Andi menyantuni kemahiran murid dalam mengutak-atik aplikasi pengolah video untuk diunggah ke Youtube.
Pak Andi, berkolaborasi dengan Pak Tri pengampu pelajaran TIK, menugasi murid membuat video pendek manfaat air putih bagi kesehatan. Video pendek berdurasi 2 -4 menit ini dibuat secara berkelompok beranggotakan dua anak. Video dikerjakan menggunakan smartphone ataupun handycam. Editing video bisa dikerjakan pada jam olahraga dan TIK, atau pada jam sepulang sekolah.
Para murid benar-benar menampilkan diri sebagai generasi Z. Tangan mereka piawai menggenggam smartphone atau handycam. Jemari mereka mahir mengolah video dan penambahan teks pendukung dengan Windows Movie Maker. Hasilnya diunggah ke Youtube. Bahkan minta softcopy Adobe Premiere. Aplikasi video profesional.
Bu Nita pengampu Bahasa Indonesia kolaborasi dengan Bu Lulu pengampu IPS. Keduanya adalah generasi X. Mereka integrasikan pembelajaran menulis makalah (Bahasa Indonesia) dan perubahan sosial (IPS). Makalah dibuat secara berkelompok masing-masing dua anak.
Internet dengan limpahan sumber belajar merupakan rujukan favorit anak-anak. Mereka lebih senang berselancar mencari data Google ketimbang membolak-balik halaman buku cetak. Dua minggu para murid generasi Z menemukan data perubahan sosial dan menulis makalah.
Sayangnya makalah terkumpul lebih tepat disebut sebagai kumpulan teks copy-paste. Teks-teks dari dunia maya disalin mentah-mentah begitu saja. Itulah karakteristik generasi Z yang perlu diperhatikan. Mengerjakan tugas secara instan dan jarang membaca teks secara utuh. Kebiasaan yang bisa menjerumuskan generasi Z menjadi plagiator. Di sinilah peran guru sebagai pendidik dibutuhkan.
Bu Nita dan Bu Lulu mengajari mencari data tanpa terjebak plagiarisme. Para murid diperkenalkan dengan laman plagiarisme checker seperti www.scan-myessay.com dari smallseotools.com. Murid juga diajari menulis rujukan bersumber dari internet. Teks-teks Google dikritisi dan ditulis ulang.
Murid belajar menuliskan sumber rujukan dengan baik. Makalah yang memiliki persentase plagiarisme lebih dari 20% diedit ulang. Mereka belajar melakukan parafrase (menulis ulang paragraf) dengan bahasa sendiri.
Pembelajaran Gen Z yang diasuh gen X dan Y seru, asyik, dan menyenangkan. Gurunya membudayakan mentalitas korporasi yang penuh gebrakan baru. Muridnya bahagia karena diajar para pendidik yang bisa menyelami jiwa jaman figital.
Oleh: J. Sumardianta di "Harian Kedaulatan Rakyat"
- Kategori:
- Lain-lain
Belum Ada Komentar