2019 : Remembering Your Soul
2019 :  Remembering Your Soul
2019 : Remembering Your Soul

WAH! it's that time of year.. again. Kita sudah hampir memasuki tahun baru lagi untuk kesekiankalinya bagi yang masih menghirup napas di dunia ini, 365  hari berlalu sedemikian cepat atau mungkin lebih tepatnya terasa cepat bagi banyak orang termasuk saya, walaupun sejatinya punya ketukan tempo yang sama dengan pertama kali waktu digulirkan oleh Allah Sang Maha Pencipta. Do you feel the same, that time travels really fast lately?.
Semua kalender masehi bertuliskan 2018 akan segera dilengserkan tanpa banyak pikir aataupun upacara. Semua kalender bertuliskan 2019 akan didaulat menggantikannya dengan wajar, bahkan gagah. Tahun baru sering kali diartikan sebagai harapan baru, kemungkinan baru, dan kesempatan baru. Seolah ada tombol reset ajaib pada setiap tanggal 1 Januari sehingga detik-detik pergeserannya dirayakan, dihebohkan, bahkan disakralkan.
Tanpa bermaksud mengganggu rencana keriaan pergantian tahun yang sudah Anda bayangkan, saya yakin Anda tahu tidak ada perbebedaan secara faktual ataupun substansi antara 31 Desember dengan 31 Agustus, atau antara 1 Januari dengan 1 Juni. Ya, Kan? Semua hari punya 24 jam yang didalamnya terkandung 1.440 menit atau 86.400 detik. Selain keputusan hari libur dari pemerintah dan "kebutuhan" banyak orang untuk merayakannya, serta harga-harga meroket pada banyak restoran dan tempat-tempat hiburan semua sama saja. New year is essentially just another day.
Keriuhan lain tentang memasuki tahun baru adalah soal resolusi tahun baru. Sebuah kegiatan yang sudah dilazimkan oleh media pop kekinian dalam rangka turut meramaikan dan sebisa mungkin menambah kesan kebermaknaan peristiwa pergeseran tahun. Lagi-lagi saya percaya Anda juga sudah paham kalai sebagian besar resolusi berujung pada kegagalan. Saya pernah baca sebuah riset kalau mayoritas pelaku resolusi awal tahun akan terhenti (atau menghentikan) apa pun yang diresolusikannya pada bulan Februari-Maret tahun berjalan. Artinya, rata-rata hanya bertahan kurang dari 60, bahkan 30 hari. Hey, I know this for sure because I am one of this statistics. Terhitung mulai dari urusan mengecilkan lingkar pinggang hingga menjaga pola makan. All fail once January passes.
Anjuran sok tahu saya terkait hal ini : Forget New Year's Resolution. nikmati acara akhir tahun yang sudah Anda rencanakan, tetapi tidak perlu menambahkannya dengan resolusi. Sebaliknya, awali pergantian tahun (dan pergantian hari) dengan meluruskan niat, mensyukuri nikmat, dan mengingat keberadaan jiwa dalam diri.
Bingung? Coba saya elaborasi lebih lanjut, ya. Meluruskan niat terlebih untuk memunculkan kebiasaan-kebiasaan baru yang baik saat menapaki tahun baru. Lho, apa bedanya dengan resolusi? Bedanya terletak pada upaya untuk menjawab "the why" ketimbang sekadar "the what". Kenapa berniat olah raga rutin 30 menit setiap hari jauh lebih pentingdaripada sekadar menetapkan diri harus berolah raga 30 menit setiap hari. Orientasi meluruskan niat terletak  pada memahami, memaknai, dan menikmati prosesnya, bukan sekadar mewajibkan hasilnya. Undestanding the why is a clear sign of self-compassionate and all of us need this from ourselves.
Mensyukuri nikmat, artinya menerima sepenuhnya kegagalan sebagaimana keberhasilan. Kesedihan sebagaimana kebahagiaan. Ketakutan sebagaimana keberanian. Bersyukur artinya meniadakan pembatasan hidup sekadar upaya mencapai sesuatu terlebih terkait dengan segala bentuk lambang-lambang kesuksesan. Apapun yang telah terjadi bisa terjadi atas izin Allah Sang Mahapengatur untuk maksud dan alasan terbaik bagi si empu hidup. Namun terkadang, bahkan sering kali, tidak mudah untuk mengakui, menerima dan mensyukurinya. I realize this from lessons I learned in my own life.
Terakhir, mengingat keberadaan jiwa dalam diri. Terdengar aneh kalimat ini ya? Maksudnya, Anda, saya dan kita semua masih bisa berpikir, bergerak, dan bertindak karena keberadaan jiwa dalam setiap diri kita. Coba perhatikan keadaan tubuh orang-orang, terlebih teman dekat atau anggota keluarga, saat jiwa sudah tidak lagi menetap di dalamnya alias mati. Mengingat jiwa adalah mengingat segala sesuatu akan berakhir dalam hidup ini. Termasuk perayaan pergantian tahun. Jadi, sebelum mementingkan sesuatu untuk diri tanya juga apakah hal tersebut juga penting untuk jiwa? Sebagaimana pernah disampaikan dengan sangat lembut oleh Rumi: " I said.. My soul, you are the light of my eyes, Where I am, he said, no need for eyes."

Oleh: Renѐ Suhardono

Komentar
Belum Ada Komentar
Tambahkan Komentar